Reli Kenya: Ujian Ketahanan Terberat di WRC
Reli Kenya: Ujian Ketahanan Terberat di WRC

Reli Kenya: Ujian Ketahanan Terberat di WRC

Reli Kenya: Ujian Ketahanan Terberat di WRC

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Reli Kenya: Ujian Ketahanan Terberat di WRC
Reli Kenya: Ujian Ketahanan Terberat di WRC

Reli Kenya Selalu Menjadi Ujian Ketahanan Paling Berat Dalam WRC Di mana Tidak Hanya Sekadar Mengandalkan Kecepatan. Namun, kejuaraan ini juga membutuhkan strategi yang cermat serta daya tahan fisik dan mekanis. Hal ini baik bagi pembalap maupun kendaraan mereka. Dalam edisi terbaru, Elfyn Evans menorehkan namanya di antara legenda reli Inggris yang sukses menaklukkan Reli Kenya. Di mana, ia menyusul jejak Colin McRae dan Richard Burns. Sehingga, keberhasilannya ini membuktikan bahwa dalam Reli Kenya, pendekatan reli klasik yang mengutamakan ketahanan di banding sekadar kecepatan tetap relevan di era modern. Lebih lanjut, sejarah mencatat dominasi pereli Inggris dalam Reli Kenya pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Di mana, Colin McRae dan Richard Burns berhasil meraih lima kemenangan dalam enam tahun. Kemudian, dalam sebuah wawancara, Burns menegaskan bahwa sukses di Reli Kenya tidak di tentukan oleh catatan waktu tercepat. Hal ini melainkan kemampuan bertahan hingga akhir dengan mobil dalam kondisi prima.

Kemudian, prinsip ini juga di terapkan oleh Evans pada edisi terbaru Reli Kenya. Di mana ia hanya mencatat waktu tercepat di tiga dari 21 tahapan. Namun, ia tetap meraih kemenangan berkat konsistensi serta strategi yang matang. Lebih lanjut, Reli ini tidak hanya sekadar lomba kecepatan, tetapi juga ujian daya tahan kendaraan. Mengingat formatnya mungkin telah berubah dari maraton ribuan kilometer menjadi lintasan yang lebih terkendali sepanjang 384 km. Namun, kondisi dan tantangannya tetap brutal di lapangan.

Juha Kankkunen, mantan juara tiga kali Reli Kenya yang bertindak sebagai prinsipal sementara Toyota. Di mana, ia bahkan menyatakan bahwa edisi tahun ini adalah salah satu yang paling sulit dalam era modern. Lebih lanjut, Reli Kenya menggabungkan elemen kecepatan, kesabaran, dan keberuntungan dalam setiap tahapan untuk memastikan keberhasilan di medan sabana yang liar. Yang mana sejak awal, tantangan besar sudah terlihat di Reli Kenya.

Evans Memulai Reli Kenya Dengan Baik

Para kru yang bertugas menyusun pacenote menghadapi kesulitan akibat curah hujan tinggi sebelum lomba. Hal ini menyebabkan pertumbuhan rumput lebat sehingga menyembunyikan berbagai bahaya di lintasan. Di mana, permukaan jalan yang berubah akibat kondisi cuaca semakin memperumit keadaan. Selanjutnya, Ott Tanak dari Hyundai menggambarkan kondisi di Reli Kenya sebagai lintasan yang tidak optimal. Terlihat dengan batu besar dan bagian teknis yang lebih sulit di bandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini, mempertahankan ritme tanpa mengalami kendala menjadi kunci utama kesuksesan. Evans Memulai Reli Kenya Dengan Baik, meraih keunggulan awal setelah memenangkan tahapan super special di Nairobi. Namun, Tanak kemudian mengambil alih posisi terdepan pada Jumat pagi setelah mendominasi tiga dari empat tahapan. Hal ini termasuk Camp Moran yang baru di perkenalkan di Reli Kenya tahun ini. Medan berbatu yang keras di ikuti oleh pasir lembut fesh-fesh di tahapan ini menjadi jebakan bagi banyak pereli.

Terlihat, Adrien Fourmaux dan Oliver Solberg adalah dua di antara pereli yang mengalami kesulitan besar. Dengan Fourmaux mengalami kerusakan suspensi, sementara Solberg terjebak dalam pasir. Namun, keunggulan awal Tanak di Reli ini akhirnya terkikis setelah mengalami masalah driveshaft. Hal ini menyebabkan mobilnya tertatih-tatih menyelesaikan tahapan hari Jumat. Lebih lanjut, insiden ini membuatnya turun ke posisi ketiga, terpaut lebih dari 55 detik dari Evans yang kembali memimpin klasemen sementara. Sementara itu, rekan setim Evans di Toyota, Kalle Rovanpera, menjadi pesaing utama dengan selisih hanya 7,7 detik. Di mana pada hari Sabtu, medan Reli Kenya kembali menunjukkan betapa sulitnya tantangan di ajang ini. Terlihat Evans menghadapi masalah teknis dan sempat kehilangan kendali. Namun, Rovanpera mengalami nasib yang lebih buruk dengan dua kali pecah ban, salah satunya karena menghindari sekawanan zebra.

Selanjutnya, ketika hujan deras turun di sore hari, lintasan berubah menjadi jalur berlumpur. Jalur ini lebih cocok untuk kendaraan air di bandingkan mobil reli.

Memilih Strategi Konservatif Untuk Memastikan Kemenangan

Gregoire Munster dari M-Sport menyamakan kondisi cuaca atau balapan tersebut seperti lintasan untuk “jet ski”. Sehingga, Evans memilih untuk tampil lebih hati-hati di Reli Kenya, dan strategi ini membantunya mengatasi situasi tanpa kehilangan terlalu banyak waktu. Lebihl lanjut, Rovanpera mengalami tantangan lebih besar di Reli Kenya. Di mana, setelah menabrak batu yang tersembunyi, suspensi belakang mobilnya mengalami kerusakan serius. Evans yang berada di depan memberinya saran tentang cara melakukan perbaikan darurat menggunakan tali pengikat. Hal ini bertujuan agar bisa menyelesaikan tahapan. Namun, waktu yang hilang sangat besar, sehingga membuat Rovanpera terjatuh ke posisi kelima. Kemudian, ketika Evans berhasil memperbesar keunggulannya hingga hampir dua menit atas Tanak, ia tetap tidak merasa puas. Yang mana baginya,, jarak dua menit dalam Reli Kenya bukanlah jaminan kemenangan. Hal ini di karenakan kondisi medan yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Oleh karena itu, pada hari Minggu, ia Memilih Strategi Konservatif Untuk Memastikan Kemenangan dengan selisih lebih dari satu menit dari Tanak. Ini menjadi kemenangan beruntun pertamanya dalam WRC. Serta, kemenangan di Reli Kenya memiliki makna yang sangat spesial baginya. Selanjutnya, Thierry Neuville yang sempat mengalami kendala teknis dan masalah fisik berhasil bangkit untuk finis di posisi ketiga. Hal ini meskipun tertinggal lebih dari tiga menit dari Evans. Keberhasilan Evans dalam Reli Kenya mencerminkan strategi yang telah di terapkan oleh McRae dan Burns di masa lalu. Setelah kemenangannya di Reli Kenya, Evans mengakui bahwa ajang ini memiliki makna khusus. Hal ini sebanding dengan Monte Carlo, Rally GB, atau Finlandia. Namun kini, satu-satunya reli besar yang belum ia menangkan adalah Monte Carlo.

Selanjutnya, setelah tiga putaran, Elfyn Evans berhasil unggul 36 poin atas Thierry Neuville. Di mana, ia mencatat selisih terbesar dalam sejarah WRC pada tahap ini. Kemudian, keunggulan yang signifikan ini membuat banyak pihak berspekulasi bahwa Evans berpeluang besar untuk meraih gelar juara dunia.

Rovanpera Tidak Bisa Menyembunyikan Rasa Kecewanya

Neuville tetap bersikap realistis dengan menyadari bahwa musim masih panjang dan keunggulan ini belum bisa d ijadikan jaminan. Namun di sisi lain, Kalle Rovanpera yang sebelumnya di pandang sebagai kandidat kuat. Khususnya, dalam perebutan gelar harus menghadapi kenyataan pahit setelah mengalami masalah alternator di Reli Kenya. Kemudian dangguan teknis tersebut memaksanya untuk mundur, membuatnya tertinggal 57 poin dari Evans. Dengan kejadian tersebut, Rovanpera Tidak Bisa Menyembunyikan Rasa Kecewanya atas berbagai kendala yang menimpanya selama akhir pekan. Meskipun demikian, ia tetap optimis dan bertekad untuk kembali ke performa terbaiknya pada balapan berikutnya demi meraih hasil yang lebih baik.

Kemudian bagi Evans, kemenangan ini bukan hanya sekadar tambahan poin dalam klasemen saja. Namun, juga menjadi bukti bahwa ia mampu mengatasi salah satu reli paling sulit di dunia dengan strategi yang matang serta ketahanan luar biasa. Dengan pendekatan yang tepat, ia berhasil menaklukkan segala tantangan yang di tawarkan oleh medan berat dan cuaca ekstrem di Reli Kenya.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait