Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI : Antara Keamanan Dan Ancaman Demokrasi

Dwifungsi ABRI : Antara Keamanan Dan Ancaman Demokrasi

Dwifungsi ABRI : Antara Keamanan Dan Ancaman Demokrasi

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI : Antara Keamanan Dan Ancaman Demokrasi

Dwifungsi ABRI Adalah Konsep Politik Dan Militer Di Indonesia Yang Memberikan Peran Ganda Kepada ABRI Dalam Bidang Pertahanan Politik. Kebijakan ini diterapkan secara luas selama pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Sejarah Lahirnya Dwifungsi ABRI

Maka kemudian konsep dwifungsi ABRI mulai berkembang setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan Indonesia ke sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Namun, gagasan ini semakin menguat pasca peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965, di mana militer, khususnya Angkatan Darat, mengambil peran besar dalam mengendalikan situasi politik.

Maka kemudian pada era Orde Baru, doktrin ini kemudian diformalisasi dan diinstitusionalisasikan dalam sistem pemerintahan. ABRI tidak hanya bertugas menjaga keamanan negara, tetapi juga memiliki peran sosial-politik dalam pembangunan nasional Dwifungsi ABRI.

Implementasi Dwifungsi ABRI

Dalam praktiknya, dwifungsi ABRI diterapkan dalam beberapa aspek utama, yaitu:

Keterlibatan dalam Pemerintahan

ABRI menempati posisi-posisi strategis dalam birokrasi pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Banyak pejabat daerah, seperti gubernur dan bupati, berasal dari kalangan militer.

Peran dalam Politik dan Legislatif

ABRI memiliki jatah kursi di DPR dan MPR tanpa melalui pemilihan umum.

Maka kemudian Dwifungsi ABRI merupakan konsep yang berperan besar dalam sejarah politik Indonesia, khususnya selama era Orde Baru. Meskipun memiliki dampak positif dalam hal stabilitas politik dan keamanan, penerapannya juga menimbulkan berbagai dampak negatif, terutama dalam hal demokrasi dan hak asasi manusia. Reformasi 1998 menjadi momentum penting untuk mengakhiri dwifungsi ABRI dan mengembalikan peran militer sesuai dengan konstitusi negara Dwifungsi ABRI.

TNI Adalah Alat Pertahanan Negara Yang Bertugas Menjaga Kedaulatan Dan Keamanan Dari Ancaman Luar

Maka kemudian setelah reformasi 1998, terjadi perubahan besar dalam struktur pemerintahan Indonesia, termasuk dalam hubungan antara militer dan sipil. Salah satu perubahan penting adalah larangan bagi anggota aktif Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menduduki jabatan sipil. Hal ini dilakukan untuk memastikan profesionalisme militer serta menjaga prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Berikut adalah alasan utama mengapa TNI tidak boleh menduduki jabatan sipil:

  1. Menjaga Netralitas dan Profesionalisme TNI

Maka kemudian TNI Adalah Alat Pertahanan Negara Yang Bertugas Menjaga Kedaulatan Dan Keamanan Dari Ancaman Luar. Jika TNI terlibat dalam jabatan sipil, ada risiko bahwa institusi ini akan terpolitisasi dan kehilangan fokus dalam tugas utamanya. Dengan menjaga netralitasnya, TNI bisa tetap profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai penjaga keamanan nasional.

  1. Mencegah Kembalinya Dwifungsi ABRI

Maka kemudian pada masa Orde Baru, konsep Dwifungsi ABRI memberikan peran ganda kepada militer, yaitu di bidang pertahanan dan pemerintahan. Hal ini menyebabkan dominasi militer dalam politik dan administrasi negara, yang berujung pada berbagai penyalahgunaan kekuasaan. Reformasi 1998 menghapus dwifungsi ini dan menegaskan bahwa TNI hanya berperan dalam pertahanan negara, sementara urusan pemerintahan dipegang oleh sipil.

  1. Memperkuat Prinsip Supremasi Sipil dalam Demokrasi

Maka kemudian dalam negara demokrasi, kekuasaan sipil harus lebih tinggi daripada militer agar tidak terjadi pemerintahan otoriter atau militeristik. Jika TNI diperbolehkan menduduki jabatan sipil, ada kemungkinan militer memiliki pengaruh politik yang terlalu besar, yang bisa mengganggu keseimbangan demokrasi dan mekanisme check and balance dalam pemerintahan. Jika anggota TNI aktif memegang jabatan sipil, ada potensi penyalahgunaan wewenang, terutama dalam penggunaan kekuatan militer untuk kepentingan politik atau ekonomi pribadi.

Keresahan Masyarakat Tentang Dwifungsi ABRI Karena Pemerintah Menggodok RUU TNI Nomor 34 Tahun 2004

Maka kemudian Keresahan Masyarakat Tentang Dwifungsi ABRI Karena Pemerintah Menggodok RUU TNI Nomor 34 Tahun 2004. Pembahasan ini menimbulkan perdebatan, terutama terkait beberapa poin yang dianggap kontroversial, seperti peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil. Berikut adalah beberapa alasan mengapa Indonesia masih ingin menyusun RUU TNI:

  1. Penyesuaian dengan Tantangan Keamanan Modern

Maka kemudian situasi global dan regional terus berkembang, termasuk dalam hal ancaman keamanan seperti terorisme, perang siber, konflik perbatasan, dan kejahatan transnasional. Oleh karena itu, revisi UU TNI diperlukan agar militer dapat lebih efektif dalam menghadapi ancaman baru yang tidak hanya bersifat konvensional tetapi juga digital dan asimetris.

  1. Meningkatkan Profesionalisme dan Kesejahteraan Prajurit

Maka kemudian salah satu tujuan utama revisi adalah meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI, baik dalam hal gaji, tunjangan, maupun fasilitas. Selain itu, ada juga usulan untuk meningkatkan pengelolaan organisasi TNI agar lebih profesional dan modern dalam menjalankan tugasnya.

  1. Penguatan Peran TNI dalam Keamanan Nasional

Maka kemudian RUU ini bertujuan untuk memperjelas dan memperkuat peran TNI dalam situasi darurat nasional, seperti bencana alam, pandemi, atau ancaman separatisme. Dengan adanya revisi ini, diharapkan TNI dapat lebih fleksibel dalam membantu pemerintah menangani berbagai ancaman non-militer yang berdampak pada stabilitas negara.

  1. Isu Jabatan Sipil untuk TNI Aktif (Kontroversial)

Maka kemudian salah satu poin yang menjadi sorotan dalam revisi RUU TNI adalah usulan memberikan kesempatan bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di kementerian dan lembaga negara. Ini menuai kritik karena dianggap sebagai upaya menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang telah dihapus sejak reformasi 1998. Pemerintah berargumen bahwa keterlibatan TNI dalam posisi sipil dibutuhkan untuk mengisi jabatan strategis yang berkaitan dengan keamanan nasional.

Salah Satu Prinsip Demokrasi Adalah Bahwa Pemerintahan Harus Dijalankan Oleh Sipil, Sementara Militer Hanya Bertugas Untuk Pertahanan Negara

Maka kemudian pertanyaan ini menyangkut peran TNI dalam kehidupan sipil dan politik. Sejak reformasi 1998, dwifungsi ABRI—yang memberikan peran ganda bagi militer dalam bidang pertahanan dan pemerintahan—sudah dihapus. Namun, dalam pembahasan RUU TNI yang sedang berlangsung, muncul wacana untuk mengizinkan kembali prajurit aktif menduduki jabatan sipil.

Untuk menjawab apakah Indonesia lebih baik menggunakan atau tidak menggunakan kembali dwifungsi TNI, berikut adalah analisis dari kedua sudut pandang:

  1. Jika Indonesia Menggunakan Kembali Kewenangan Dwifungsi TNI

Jika dwifungsi TNI diterapkan kembali, ada beberapa keuntungan dan risiko yang bisa terjadi:

Keuntungan:

Memanfaatkan Kapabilitas TNI dalam Pemerintahan

Maka kemudian TNI memiliki disiplin, loyalitas, dan efisiensi tinggi dalam bekerja. Dengan pengalaman strategisnya, mereka bisa membantu memperkuat birokrasi dalam aspek keamanan dan ketahanan nasional.

Risiko:

Mengancam Demokrasi dan Supremasi Sipil

Maka kemudian Salah Satu Prinsip Demokrasi Adalah Bahwa Pemerintahan Harus Dijalankan Oleh Sipil, Sementara Militer Hanya Bertugas Untuk Pertahanan Negara. Jika TNI kembali memiliki peran dalam pemerintahan, ada risiko militerisasi politik yang bisa mengurangi kontrol sipil terhadap negara.

Meskipun ada beberapa keuntungan dalam melibatkan militer dalam pemerintahan, risiko yang ditimbulkan jauh lebih besar. Indonesia telah menjalani reformasi selama lebih dari dua dekade untuk memastikan TNI tetap netral dan profesional, sehingga menghidupkan kembali dwifungsi TNI dapat menjadi langkah mundur bagi demokrasi. Maka kemudian sebagai alternatif, jika memang ada kebutuhan untuk keahlian militer dalam kebijakan sipil. Maka kemudian TNI yang ingin menduduki jabatan sipil harus pensiun terlebih dahulu, sehingga tidak ada konflik kepentingan antara tugas militer dan pemerintahan Dwifungsi ABRI.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait